Daging merupakan salah satu bahan pangan sumber protein hewani yang sangat dibutuhkan oleh manusia, karena zat-zat makanan yang dikandungnya sangat diperlukan. Daging merupakan salah satu hasil komoditi peternakan, yang bermutu tinggi namun memiliki sifat mudah rusak. Mutu protein daging cukup tinggi dan terdapat pula kandungan asam amino esensial yang lengkap dan seimbang dengan komposisi secara umum terdiri dari air 75%, protein 18%, lemak 3,5%, dan substansi bukan protein terlarut 2,5% yang meliputi karbohidrat, garam organik, substansi nitrogen terlarut, mineral, dan vitamin.
Daging kambing mempunyai kandungan protein yang tinggi sehingga memiliki kualitas yang baik untuk dikonsumsi. Namun kriteria daging yang berkualitas tidak hanya diukur dari komposisi kimia terutama protein saja tetapi juga kriteria fisik dan kriteria mikrobiologi juga perlu diperhatikan.. Daging kambing pada umumnya memiliki karakteristik daging yang alot serta bau yang prengus atau bau ciri khas kambing. sedangkan daging pada umumnya mudah terkontaminasi oleh mikroorganisme karena kandungan kimianya yang tinggi, sehingga mudah dimanfaatkan oleh mikroorganisme untuk berkembang biak.
Daging kambing yang alot dan mudahnya daging tersebut terkontaminasi oleh mikroorganisme dapat dicegah. Banyak cara dalam mencegah hal tersebut, diantaranya yaitu dengan pengolahan pada daging, penggunaan bahan kimia, dan penggunaan bahan alami. Pengolahan daging yang dimaksudkan adalah dengan cara memasak daging kambing tersebut. Namun pemasakan akan mengurangi nilai kadar nutrisi dari daging tersebut, selain itu juga tidak dapat digunakan dalam bentuk mentah. Penggunaan bahan kimia juga akan menyebabkan perubahan komposisi kimia dari daging tersebut. Selain itu juga penggunaan bahan kimia yang berlebihan akan menyebabkan efek yang buruk pada manusia yang mengkonsumsi daging tersebut. Oleh karena itu, bahan yang cocok untuk digunakan adalah bahan alami. Bahan alami yang digunakan salah satunya adalah Jahe (Zingiber officinale). Terdapat beberapa jenis jahe, diantaranya yaitu Jahe Gajah, Jahe Emprit, dan Jahe Merah. Ketiga jenis jahe tersebut memiliki karakteristik yang berbeda-beda. Namun ketiganya dapat digunakan untuk mengempukkan daging yang alot.
Rimpang jahe memiliki kandungan vitamin A, B, C, lemak, protein, minyak atsiri, pati, dammar, asam organik, oleoresin (gingerin), zingeron, zingerol, zingiberol, zingiberin, borneol, sineol, felaudren, bisabolena, kurkumen, gingerol, filandrena, resin pahit, dan enzim zingibain. Banyaknya kandungan tersebut menjadikan jahe menjadi salah satu rempah yang berkualitas dan salah satu fungsinya digunakan untuk pengempuk daging. Jahe digunakan untuk mengempukkan daging karena di dalam jahe terdapat senyawa enzim zingibain. Enzim zingibain ini merupakan enzim protease yang dapat menghidrolisis protein dalam daging sehingga daging dapat menjadi lebih lunak.
Pengempukan daging secara alami akan terjadi selama penyimpanan oleh enzim proteolitik yang terdapat pada daging terutama enzim katepsin yang aktivitasnya tinggi pada suhu dingin melalui proses hidrolisis. Enzim protease berupa zingibain diduga memiliki kemampuan seperti enzim protease yang lain seperti papain pada pepaya, bromelin pada nanas, dan fisin pada buah ara yang dapat menghasilkan keempukan awal pada serabut-serabut jaringan ikat. Enzim protease merusak mukosa polisakarida dari matriks substansi dasar kemudian secara cepat menurunkan serat-serat tenunan pengikat menjadi massa yang amorf. Enzim tersebut merusak protein tenunan pengikat menjadi molekul-molekul yang mengandung hidroksiprolin yang larut seperti protein stroma dan sarkoplasma. Seiring dengan meningkatnya lama penyimpanan kerja dari enzim protease jahe juga meningkat. Protein stroma terdiri dari kolagen, elastin, dan retikulin. Protein daging lainnya adalah sarkoplasma yang terdiri dari pigmen hemoglobin yaitu protein sel darah merah, mioglobin yaitu cairan yang terdapat dalam sel otot dan bermacam-macam enzim. Pigmen hemoglobin dan mioglobin berkontribusi terhadap warna merah daging.
Beberapa referensi hasil penelitian melaporkan penambahan jahe hingga 8% pada daging akan meningkatkan daya simpan keempukan daging sampai dengan lama penyimpanan 6 hari. Nilai keempukan daging ayam broiler yang direndam pasta jahe mengalami penurunan seiring dengan lama penyimpanan. Hasil nilai keempukan yaitu pada lama penyimpanan 0 hari (3,12 kg/cm2), 3 hari (2,57 kg/cm2), 6 hari (2,55 kg/cm2), 9 hari (2,50 kg/cm2), dan 12 hari (2,48 kg/cm2). Sedangkan hasil uji keempukan daging sapi segar pada suhu refrigerasi, tidak mengalami pemendekan urat daging yang mengakibatkan pengerasan. Daging sapi segar sebelum disimpan tingkat keempukannya 5,9 kg/cm2, kemudian setelah disimpan selama 7 hari tingkat keempukan menjadi 8,6 kg/cm2. Peningkatan keempukan selama penyimpanan terjadi karena enzim autolisis seperti katepsin, lipase, nuklease dan yang lainnya yang dihasilkan secara alami oleh jaringan. Enzim tersebut mempunyai efek digesti yang mampu melonggarkan struktur jaringan daging sehingga meningkatkan keempukan daging. Terdapat banyak cara metode pengempukan daging dengan jahe. Namun cara yang paling umum dilakukan adalah dengan cara merendam daging dalam larutan jahe atau melumuri daging dengan jahe dalam bentuk pasta. Waktu yang digunakan juga tidak terlalu lama. Waktu yang optimal sekitar 30 menit. Apabila perendaman dilakukan terlalu lama tentu akan mempengaruhi rasa daging tersebut. Daging akan berasa pedas dan akan semakin lunak. Apabila daging semakin lunak, ketika dimasak juga akan cepat hancur dan nutrisi yang terkandung didalamnya juga akan semakin berkurang. Oleh karena itu, penggunaan bahan alami seperti jahe sangat perlu digunakan untuk mengempukkan daging. Apabila jahe yang digunakan, waktu, dan prosedur yang digunakan tepat maka hasil yang akan diperoleh juga akan optimal.
Author : Nur Salisa Siddik M.