![](https://hmp.fapet.ugm.ac.id/wp-content/uploads/sites/1251/2021/12/sapi-bali-450x309-1.jpg)
Bibit sapi potong lokal merupakan salah satu faktor produksi yang mempunyai peran dalam upaya untuk mendukung pemenuhan kebutuhan daging di Indonesia. Upaya pengembangan pembibitan sapi potong ditujukan untuk mencapai tujuan tersebut, sehingga perlunya perhatian dalam melakukan seleksi bibit. Kurangnya bibit sapi lokal mengakibatkan kualitas sapi yang ada menjadi menurun dari standar yang telah ditetapkan yang diakibatkan karena kurang tersedianya pejantan di lapangan. Kurangnya pejantan akan menyebabkan ternak dikawinkan berulang dengan pejantan yang sama, sehingga terjadi inbreeding atau perkawinan dengan kerabat dekat. Pada perkawinan inbreeding dapat meningkatkan tingkat homozigositas, termasuk terjadinya peningkatan homogenitas gen yang resesif yang tidak diharapkan dan dapat mengakibatkan kelainan-kelainan genetik dan penurunan produktivitas (Falconer & MacKay 1996; Vale et al. 2013). Untuk itu, perlu dilakukan upaya pembibitan dan pemurnian karena keberlangsungan sapi bergantung pada ketersediaan dan kualitas bibit sapi.
Salah satu faktor dalam keberhasilan pembibitan ternak adalah pemillihan bibit yang tepat. Pemilihan bibit dilakukan dengan melihat penampilan individu atau performans ternak. Ada dua faktor yang menentukan performans yaitu faktor genetik dan faktor lingkungan. Faktor genetik dapat diwariskan kepada keturunannya, maka dari itu banyak dilakukan penelitian tentang molekuler genetik suatu ternak untuk mendapatkan marker penanda genetik pada ternak yang unggul. Peningkatan produktifitas melalui pendekatan faktor genetik dapat dilakukan dengan menyediakan bibit unggul khususnya pejantan melalui uji performans.
Performans individu dapat dibedakan menjadi dua sifat yaitu kualitatif dan kuantitatif. Sifat kualitatif adalah sifat yang tidak dapat diukur tetapi dapat dibedakan dan dikelompokkan sesuai bangsa ternak, misal warna bulu. Sifat kuantitatif adalah sifat yang dapat diukur, misalnya pertambahan berat badan harian (Hardjosubroto, 1994). Selain itu ciri-ciri bibit ternak yang baik adalah ternak tersebut sehat dan tidak cacat tubuh, tidak mengidap penyakit, mempunyai alat reproduksi yang baik, karakter tenang, serta bulu halus (tidak kusam). Ternak yang akan dijadikan bibit juga harus memiliki surat keterangan layak bibit (SKLB) dan terjamin bebas dari penyakit Septicamaemia epizootica atau penyakit ngorok.
Pelaksanaan perkawinan merupakan langkah lanjutan setelah bibit ternak terpilih. Perkawinan ternak dapat dilakukan dengan dua cara yaitu melalui perkawinan alami dan inseminasi buatan. Program perkawinan dilakukan pada bulan Oktober sampai Desember, sehingga anak sapi akan diprediksi lahir pada bulan Juli sampai September. Bulan tersebut merupakan musim hujan, sehingga induk tidak akan kekurangan pakan karena produksi dan ketersediaan rumput melimpah. Perkawinan alami yang dilakukan di paddock, diisi oleh satu ekor pejantan dan 20 ekor sapi betina. Perkawinan secara alami ini bertujuan untuk uji progeny, sehingga pejantan yang dipilih adalah yang lulus dalam uji performan yang dilakukan dengan membandingkan rata-rata berat sapih anak hasil program kawin alami dengan berat sapih anak hasil inseminasi buatan. Sedangkan perkawinan dengan inseminasi buatan dilakukan dengan metode rectovaginal. Payne (1970), menyatakan bahwa IB dapat dipakai untuk meningkatkan efisiensi reproduksi terutama dalam mengatasi kegagalan reproduksi.
Tahap terakhir yaitu seleksi, seleksi merupakan dasar utama dalam pemuliaan ternak, yaitu upaya untuk meningkatkan produktivitas ternak dengan meningkatkan mutu genetik. Seleksi akan menghasilkan perubahan genetik dalam populasi dan perubahan dalam frekuensi gen. Seleksi ternak untuk replacement stock harus menggunakan parameter genetik, sedangkan seleksi untuk bibit sebar dan bibit bakalan menggunakan uji performan berdasarkan SNI. Arti seleksi yaitu memilih ternak dengan mutu genetik yang baik untuk dikembangbiakan dan menyingkirkan ternak yang memiliki mutu genetik kurang baik, sehingga hanya ternak-ternak yang mempunyai mutu genetik yang baik yang digunakan untuk pembibitan.
oleh : Telys Kurlyana